Minim aksi
overtaking, lebih mirip iring-iringan motor
prototype
daripada balapan, juara seri sudah ketahuan bahkan sejak lap pertama.
Intinya MotoGP makin hari makin tidak menarik untuk ditonton. Benarkah
semua itu terjadi karena pembalap unggulan saat ini tak punya bakat
“menghibur”?
Di masa lalu seorang Valentino Rossi bisa menyuguhkan atraksi yang
banyak disukai oleh para penonton Grand Prix. Meski punya motor yang
sangat kuat, Rossi nyaris tak pernah tampil ngotot sejak lap awal. Ia
seolah membiarkan saja pembalap lain mendahuluinya.
Di pertengahan lomba barulah Rossi mulai menyusul satu persatu
pembalap di depannya. Dan seringkali ia baru melancarkan aksi untuk
menghabisi pimpinan lomba pada 5 lap terakhir.
Sekarang aksi seperti itu teramat sangat jarang terjadi. Casey Stoner, Dani Pedrosa dan juga Jorge Lorenzo
plus Ben Spies meraih kemenangan dengan memimpin sendiri di depan dan nyaris tak terkejar oleh siapapun.
Karena itulah banyak yang mengkritik para pembalap unggulan saat ini -terutama Stoner- tak berani tampil
fight. Benarkan demikian?
Secara mental, kemampuan bertarung jarak dekat rider seperti Stoner
dan Pedrosa dan termasuk juga Lorenzo sepertinya memang belumlah sekuat
Rossi. Rasa percaya diri mereka pun belumlah sebesar yang dimiliki The
Doctor. Tetapi di luar itu ada faktor lain yang menyebabkan mereka
berusaha secepat mungkin meninggalkan pembalap di belakangnya.
“Sekarang dengan motor 800cc, khususnya (dengan) ban Bridgestone dan
(perangkat) elektronik, lebih sulit untuk menyalip, jika kita
membandingkan dengan 500(cc) dan juga tahun-tahun pertama dari 990cc,”
ungkap Rossi.
Mesin 800cc, ban tunggal Bridgestone dan berbagai piranti elektronik
merupakan kombinasi “sempurna” yang bisa membuat aksi menyalip kini
tidak semudah di era 500cc dan pada era awal 990cc. Motor-motor 800cc
kini sangat kencang di tikungan sehingga aksi overtake jadi sangat sulit
dilakukan.
“Karena waktu antara pengereman dan masuk tikungan jauh lebih kecil,
maka waktu untuk menyalip menjadi kurang. Di masa lalu, terutama dengan
500, Anda punya 30-40 meter untuk menyalip. Anda juga bisa masuk
tikungan sedikit lebih lambat. Jadi semuanya terjadi lebih lambat, Anda
memiliki lebih banyak waktu dan lebih mudah untuk menyalip. Jika satu
rider ada di belakang dan ingin menyalip, sepuluh tahun yang lalu itu
lebih mudah. Sepanjang lap Anda memiliki empat atau lima tempat untuk
menyalip. Sekarang mungkin maksimal satu atau dua” lanjut Rossi lagi.
Faktor ban juga menimbulkan polemik tersendiri. Dulu di era Michelin,
para pembalap bisa lebih leluasa dalam memilih tipe ban karena pabrikan
ban asal Prancis itu siap mebawa ban sebanyak mungkin dengan berbagai
kompon yang spesifik untuk masing-masing pembalap dan masing-masing
sirkuit.
Rossi kala itu cukup percaya diri bannya akan tahan hingga lap-lap terakhir. Bahkan seringkali ia mencetak
fastest lap
di putaran terakhir. Namun semenjak aturan pembatasan jumlah pemakain
ban diberlakukan, Michelin keteteran dan akhirnya mundur dari MotoGP.
Dengan regulasi ban tunggal, pengembangan teknologi ban sepertinya agak kurang (aturan pembatasan jumlah ban dan regulasi
single tyre supplier
memang ditujukan untuk mengurangi biaya pengembangan ban). Hampir semua
pembalap sempat mengkritik performa ban Bridgestone yang dinilai sangat
kurang memuaskan. Contohnya ban kompon keras mereka dirasa butuh waktu
lama untuk pemanasan namun sangat cepat mengalami degradasi. Oleh
karenanya pembalap yang sudah tertinggal pada pertengahan race sangat
sulit untuk meningkatkan kecepatan motornya guna mengejar pembalap di
depan.
Dengan berbagai problema itu, yang terjadi kemudian para pembalap
seperti berlomba-lomba untuk meninggalkan kerumunan sejak tikungan
pertama selepas start. Hasil kualifikasi menjadi sangat penting karena
kans untuk melepaskan diri sejak lap awal tentu semakain besar jika
mengawali balapan dari grid terdepan.
Di samping itu, kesenjangan performa motor antar pabrikan di musim
2011 ini juga sangat jelas terlihat. 10 dari 14 seri yang sudah di gelar
dimenangkan oleh rider Honda dan hanya 4 lainnya yang diraih rider
Yamaha.
Yang menjadi pertanyaan kemudian, kenapa empat rider Honda yang dipersenjatai RC212V pabrikan sangat jarang bisa tampil
head to head
seperti halnya yang terjadi antara Rossi dan Lorenzo saat masih
sama-sama menunggang YZR-M1? Inikah tanda-tanda kembalinya era dominasi a
la Mick Doohan?