Saturday, October 29, 2011

Gairah MotoGP Tidak Akan Sama Lagi

Duka cita untuk Simoncelli.(foto:Reuters)
Penggiat ajang balap motor, dari kelas 125cc, hingga MotoGP memang layak disebut penatang terbesar kematian dalam olahraga. Keberanian memutar gas untuk memacu kuda besi dengan kecepatan bisa mencapai 300 km perjam, tidak bisa disangkal sebagai sesuatu yang sungguh luar biasa. Karena ketika pilihan itu diambil, sejatinya pembalap hanya berjarak tak lebih dari satu jengkal dengan kematian.

Disadari atau tidak, kita menikmati pertaruhan yang mereka pertontonkan. Siapa yang tidak berdecak kagum ketika melihat para rider melahap tikungan dengan posisi tunggangan dan badan yang hampir menyentuh aspal. Coba praktikan itu di jalan, saat berangkat kerja atau ke sekolah? Ada yang berani? Sebaiknya kalaupun anda berani, tentu saya sarankan jangan dilakukan.

Mungkin kita bisa artikan adegan akrobatik itu hanya boleh dilakukan oleh profesional, maka anda yang tidak merasa profesional jangan sekali-kali berlagak seperti Rossi atau Casey Stoner apalagi (almarhum) Marco Simoncelli. Selain mereka memiliki skill mumpuni, tunggangan para rider sudah disetting sedemikian rupa agar mampu melakukannya.

Namun sehebat-hebatnya pembalap atau mekanik menyetting motor, lintasan balap tetap tidak akan pernah menjadi tempat yang aman. Mereka pun sudah tahu itu termasuk Marco Simoncelli, yang akhirnya meregang nyawa di Sepang akhir pekan lalu.

Pembalap 24 tahun tersebut selalu tampil berani, membuat ajang MotoGP musim ini semakin menarik. Simoncelli tidak hanya memiliki penampilan nyentrik, namun pembawaannya di lintasan juga membuat emosi penikmat MotoGP lebih berwarna. Penggemar bisa merasakan kagum, benci, cemas, bahkan sakit hati, mengikuti sepakterjang Super Sic. Ini membuat MotoGP tidak hanya sekadar tontonan olahraga, tapi seperti drama yang setiap episodenya hanya menyisakan rasa penasaran, dengan Simoncelli yang kerap muncul sebagai tokoh antagonis.

Industri olahraga butuh orang seperti Simoncelli yang bisa mengaduk-aduk perasaan penggemar dengan berbagai emosi sehingga mereka ingin terus terlibat. Meski hanya berstatus sebagai pembalap satelit karena berbendera San Carlo Honda Gresini, Simoncelli menyita perhatian para penggemar MotoGP.

Dia tidak hanya sekadar pelengkap dan berada di bawah bayang-bayang pembalap top seperti Casey Stoner, Valentino Rossi, dan Jorge Lorenzo. Simoncelli memang menambah lengkap sensasi yang ditawarkan MotoGP sehingga olahraga ini jauh dari kata membosankan.

Di sepak bola kita bisa lihat peran itu secara sengaja atau tidak sengaja kerap dimainkan pelatih Real Madrid, Jose Mourinho. Pelatih Portugal ini kerap melontarkan pernyataan kontroversial yang memancing emosi kubu lawan.Bukan hanya itu dia juga tidak sungkan-sungkan melakukan suatu tindakan yang mungkin tidak pernah akan dilakukan sebagian besar pelatih lain; yaitu mencubit wajah asisten pelatih tim lawan di tengah kekisruhan saat timnya menghadapi Barcelona di final Piala Super Spanyol beberapa waktu lalu.

Di dunia tinju kita bisa lihat Muhamad Ali. Legenda tinju Amerika Serikat itu terkenal sering menyulut perang urat syaraf sebelum naik ring. Tidak bisa dipungkiri, karakter itu membuat orang lebih bergairah menyaksikan aksi Ali di atas ring.

Di ajang Formula One, ada pembalap McLaren Lewis Hamilton yang karakter membalapnya yang kontroversial, seperti oase gairah di tengah kebosanan yang mulai menjangkiti penggemar jet darat itu karena balapan yang kerap berlangsung monoton. Ya terkesan monoton, karena aksi overtaking di F1 lebih jarang terjadi, sehingga penonton seperti melihat parade mobil hingga garis finis.

Tragedi Marco Simoncelli membuat MotoGP telah kehilangan pembalap fenomenal masa depannya. Para pengamat memang menjagokan Simoncelli akan lebih bersinar di musim 2012 yang akan datang. Terlebih dia juga disebut-sebut sebagai penerus juara dunia MotoGP tujuh kali, Valentino Rossi, yang telah bertahun-tahun menjadi ikon MotoGP, sehingga publik yang tidak menggemari MotoGP pun penasaran ingin menyaksikan balapan saat Rossi beraksi.

Sayangnya, Simoncelli mengakhiri dramanya di Sepang, dan menutupnya dengan episode kelam MotoGP. Kali ini MotoGP membuat perasaan semua orang yang terlibat termasuk fans menjadi satu, duka cita yang mendalam. Dan setelah ini, gairah MotoGP tentu tidak akan pernah sama lagi, meski kita tetap akan menganggapnya olahraga yang luar biasa.

No comments:

Post a Comment